Kamis, 14 Februari 2008

Si Buyuang (Sang Pemberani)

SI BUYUANG

( Sang Pemberani )

____________­_________________________________

“Akhi buyuang bagaimana pendapat antum tentang acara kita ini,” pimpinan rapat meminta pendapat pada Buyuang.

“ Wah, saya sangat setuju sekali! karna acara ini dapat mempererat ukhuwah islamiyah, dimana kita akan saling mengenal satu sama lain”. Jawab buyuang singkat.

“Oke…kalau begitu! bagaimana teman-teman,…setuju…?”

“setuju…”jawab mereka serentak.

Waktu yang dinanti-nantikan tiba, tamu-tamu sudah berdatangan dari berbagai sekolah; baik sekolah umum maupun agama, baik swasta maupun negri, termasuk SMA nggak ketinggalan.

Waktu trus berputar bagitu cepat, tanpa terasa MAN Dua Padang telah banjir penonton dan peserta, dengan tema “menyambung benang yang telah putus, ”sebagai wujud dari hasil rapat beberapa minggu lalu.

Berapa menit kemudian acara dimulai, Kontestan demi kontestan beralu, dengan tampilan begitu indah.

Kini tibalah giliran tuan rumah ‘Shautul Daud’ untuk menunjukkan kebolehannya, walaupun sering menggondol piala disetiap vestival, kali ini lawan tak bisa dianggap remeh, rata-rata punya ciri khas tersendiri.

Apalagi tim nasyid ‘KhairulUmmah’ kepunyaan Pondok Pesantren Hamka, dengan fokal membara, nyanyikan lagu ShatulHarakah ‘Merah Saga’ nyaring, syahdu penuh cinta.

SMA tiga tak kalah saing ‘Ashabulkahfi’ melantunkankan penuh hayatan, lagunya raihan, peristiwa shubuh.

Angin berdesir menyapu dedaunan kering yang terhampar dibelakang Aula, rerumputan menari-nari mengikuti jalannya acara.

Sayup-sayup terdengar alunan music mengiringi suara angin yang berhembus,

“de…mi… masa,”

“plok…plok…plok…plok” spontan guruhan tepuk tangan terdengar disetiap sudut ruangan. Suasana begitu pikuk, ketika sang penyair mulai melantunkan sajak-sajaknya.

Beberap detik kemudian suasana kembali hening, tak terdengar kehirukan, yang ada hanya sang perirama;

“ingat lima perkara

sebelum lima perkara

sehat sebelum sakit

muda sebelum tua

kaya ebelum miskin

lapang sebelum sempit

hi…dup sebe…lum mati…”

Begitu indah, membuat mata terpana, tak berkedip, bagai hipnotis mengguna. Darah-darah terkesiap, mengalir kencang kesekujur tubuh, bulu-bulu remang berdiri, menghayati makna yang terkandung didalamnya. Sungguh luar biasa…, membuat setiap pendengar terlena, menyadari akan kelalaian selama ini.

Rupanya tak semua orang menikmati jalannya acara. Dibagian sudut belakang empat pemuda dengan belati disalah satu tangan antara mereka, sedang mengompas penonton.

” uangnya seribu, ” hardik salah seorang, dengan nada mengancam. Sambil mengacungkan belati kelehernya. Tentu saja membuat ia terkejut?! bercampur takut.

Sebagian supporter lain yang tengah asyik mendengar lantunan syahdu menusuk kalbu,

kaget! Dan perhatian mereka terpecah, beralih kebelakang.

Buyuang yang sedari tadi duduk dibagian depan, yang juga khusuk mendengarkan setiap konstestan, konsentrasinya ikut terpecah, mendengar ribut-ribut dibelakang. Sementara konstentan trus berdendang menabuh genderang, bak akan perang.

“O, rupanya si Codet CS , yang terkenal bringas dan sering ngompas itu.” Gumam buyuang.

Tentu saja ia tidak bisa tinggal diam, selaku ketua keamanan ia yang paling bertaggung jawab atas masalah ini, belum lagi yang dikompas anak luar, betapa malunya ia dihadapan tamu-tamu, ingin rasanya menghajar mereka, percuma belajar tapak suci selama tiga tahun dipondok, kalau tidak bisa menghajar keroco-keroco ini, ditambah lagi Ari dan Rizki disamping yang siap membantu, yang juga seperguruan, tapi niatnya tersebut diurungkan, teringat akan nasihat amak :

”kekerasan tidak akan menyelesaikan permasalahan.”

dan juga hadits nabi yang selalu dilantunkan amak padanya;

“ bukanlah orang yang kuat itu orang yang paling cepat pukulannya ( paling hebat ), tapi orang yang kuat itu adalah orang yang selalu bisa mengendalikan nafsunya tatkala ia marah.”

Akhirnya ia segera menenangkan diri yang radak emosi.

“kita hajar aja yuang, biar tau rasa”. Ari memecah kebisuan.

“ Iya yung. ” Timpal Rizki, yang dari tadi geram.

“ tidak! jangan! Kita selesaikan masalah ini dengan damai dan kepala dingin, kalau tidak bisa, kita lapor Polisi. Kita telah diberi mandad oleh pak kepala sekolah minggu lalu, sebelum beliau berangkat ke Jakarta, jika terjadi apa-apa lakukan saja yang terbaik.” Kebetulan aku ada kenalan!

“ Bagaimana…? ” Tanya buyuang.

“kami setuju…” jawab mareka bersamaan.

Buyuang segera menghampiri mereka tanpa ada rasa takut sedikitpun, mengingat hadits nabi tadi dan hadits nabi;” barang siapa melihat kemungkaran hendaklah ia mengubah dengan tangannya, kalau tidak sanggup dengan lisannya, kalau tidak sanggup dengan hatinya, yang demikian itu selemah-lemahnya iman.”

Para penonton tidak ada yang berani mendekat, takut…! Mana mereka penduduk setempat lagi.

“gimana kabarnya akhi…?” Buyuang coba bertanya pada sitopi merah, pakaian serba hitam yang memegang belati.

“ eh, emangnya lou siapa nanya-nanya kabar lagi, emangnya lou dokter ” jawab topi merah pedas.

“ ha…ha…” serentak tertawa mereka meletus.

Buyuang sempat emosi, tapi kemudian ia rendam, sambil istihgfar tiga kali.

“ Apakah tidak ada pekerjaan lain, yang lebih baik, halal dan berkah. Tidak baik tertawa diatas derita orang lain, kitakan tidak tahu dari mana uang orang yang kita mintai datangnya, siapa tahu dia orang susah, tidak punya apap-apa, lalu kita peras, apa tidak kasihan pada mereka, sudah susah tambah dibuat susah lagi.” sambung buyuang bijaksana.

“ eh, bangsat lou jangan sok-sok nasehatin kita-kita ya.” siCodet yang dari tadi diam, angkat bicara. Sambil mengacungkan telunjuknya kedagu buyuang, penuh amarah.

” kalau mau khutbah no dimasjid. ”sambungnya.

“ Lou belum tau kita ya, atau lou pengen rasakan belati ini.” Disambarnya belati dari tangan sitopi merah kemudian diacungkan keleher buyuang.

Ari dan Rizki yang sedari tadi berdiri dibelakang buyuang jadi naik pitam, apalagi si Ari! bener- bener merah padam rautnya, baru saja keduanya hendak mengayunkan bogem, buyuang membentangkan tangan, mencegah!.

“ jangan…! tahan emosi akhi keduanya,” kembali buyuang menenangkan sahabatnya.

“ Tapi mereka keterlaluan yuang ” jawab Ari tak bisa tahan, Ari yang memang terkenal sejak pesantren tempra mental itu tak tahan melihat yang demikian. Apalagi sampai menginjak-injak harga diri, pernah satu kali waktu dipesantren kaki sama bokongnya dicambuk oleh keamanan, sehingga tak kuat berjalan, lantaran berantem. Sehingga membuat anak yang dihajarnya tidak masuk beberapa hari karna kaki dan tangannya terkilir dipelintir. Masalahnya sih sepele! gara-gara waktu ari lagi kultum anak tesebut memotong pembicaraan dan nanya yang ari tidak bisa jawab. Tentu saja membuat ari hilang muka dihadapan ustadz dan teman-teman. Tapi, sejak berteman dengan buyuang ia mulai berubah, ia segan dan simpati pada buyuang, karna buyuang orangnya saleh, sabar, pintar, juara dan ta’at ibadah lagi!, itu yang ia salutkan dari sosok buyuang.

“o…, jadi kalian berani ya...” si Codet kembali angkat bicara.”

“ tidak, kami tidak berani pada kalian. Tapi tindakan kalian ini benar-benar tidak dibenarkan agama.” Jawab buyuang tenang.

“ah, jangan banyak bacot.” Darah codet keburu keubun-ubun.

“ bano, jahil, boco… hajar…!” perintah codet. Orang yang disegani diantara mereka.

‘Malang tak dapat raih untung tak dapat ditolak,’ perkelahian pun terjadi.

“buk…! gdubrak…” terdengar suara pukulan mengena dan suara pintu beradu.

“ aduh…” rintih mereka. Rupanya anak buah codet kena hantam Ari dan Rizki yang semenjak tadi meredam emosi.

“sreet…,” baju buyuang robek terkena sabetan belati. Untung sempat menghindar, jadi tidak luka.

Kali ini buyuang angkat tinju yang sudah bertahun-tahun tidak diasah. Ia mencoba melindungi dirinya karena diserang.

Sicodet kembali menyerang, ternyata tak berarti apa-apa, buyuang lebih lihai. Disambutnya tangan si Codet, diangkat diputar dan…?

“ krak…” bak kayu patah diterjang angin kencang, tangan codet berbunyi.

“ au…” codet berteriak kesakitan.

Kembali ia menyerang dengan tangan kiri, akibatnya sama, suara serupa kembali terdengar.

Kali ini codet tak berkutik. Kedua tangannya tak berdaya, termasuk ketiga temannya tak bisa berdiri. Benturan yang sangat keras menghantam kepala dan kedua kaki mereka.

Buyuang bukanlah tipe petarung berhati buas, menghajar lawan tak berdaya. Buyuang masih punya hati, begitu juga Ari dan Rizki yang terkenal tempra. Buyuang merasa kasihan pada mereka yang tengah merintih.

“ ma’afkan kami akhi, bukan maksud kami menyakiti antum semua, kami haya melindungi diri.” Buyuang duduk membuka suara, sembari mengabil tangan codet yang susah digerakkan.

Codet tak bergeming, diam membisu bercampur malu.

“krek…krek…,”terdengar bunyi tangan codet, buyuang menghentakkannya lumayan kencang, sehingga membuat codet kesakitan.

“ au…” raung codet.

“ ampun…” teriaknya.

Tak berapa lama, codet heran…? Rasa sakit yang menyerumuti tangannya hilang dan bisa digerakkan.

“hah…?tanganku bisa digerakkan.” Sambil memainkan siku dan jari.

“tangan akhi tidak apa-apa, hanya terkilir, dan insyaAllah beberapa menit lagi juga sembuh.” Buyuang coba meyakinkan!

Codet tersipu. Tak tahu apa yang harus ia lakukakan, bungkam diam seribu bahasa hanya itu yang bisa. Rasa penyesalan timbul, tapi tak sanggup merangkai kata.

Buyuang ngerti apa yang dirasakan codet.

“ Sudah jangan dipikirkan, anggap saja apa yang barusan terjadi, tidak pernah adanya!”

“ng…ng…ma…ma’fkan saya.” Walaupun terbata-bata, Codet angkat bicara, wajahnya tunduk tersipu, apalagi banyak pasang mata yang memperhatikan.

Buyuang hanya tersenyum bahagia. Melihat codet gembira kembali.

“ ah, tidak apa-apa, yang berlalu biarlah berlalu. Kami juga minta ma’af, karna membuat akhi jadi begini.”

“Sekarang ayo kita ke UKS,” buyuang berdiri sembari membantu Ari dan Rizki menuntun bano, jahil, dan boco yang puyeng.

“Teman-teman sekalian, silahkan acaranya dilanjutkan kembali!

Kami mohon ma’af yang sebesar-besarnya atas peristiwa barusan.” buyuang memberi ma’lumat kepada seluruh penonton dan peserta yang termangu kaku. Apa boleh buat! hanya itu yang bisa Buyuang ucapkan.

Penonton manggut-manggut. Tanda setuju.

” Emang luar biasa tuh sibuyuang; ‘sekali tepuk dua lalat langsung mati.’ Tadinya mau bela diri dong, eh, premannya jadi tobat, karna budi yang luhur. Buyuang…Buyuang! kamu memang sang pemberani.” komentar salah seorang penonton.

Tidak berapa lama, acara pun berakhir. Seperti yang ditaksir penonton ‘shautul daud’ sebagai pemenang. ‘ Ashhabul kahfi ’ kedua dan ‘ khairulumah ’ peringkat ketiga.

Diufuk barat, matahari perlahan tenggelam dimakan lautan, meninggalkan bias kemerahan diangkasa, kelalawar terbang bariringan kesarang. Azan magrib berkumandang, derap langkah mengguncang melaksanakan sembahyang, bertanda siangkan pulang dan malam menjelang.

_____________

Buyuang : panggilan untuk anak laki-laki di Minang

Amak : panggilan untuk ibu diminang

--------------------------------------------------------------------

1 komentar:

suci amalia mengatakan...

bagusan blog kakak, ci kan baru...
lagian banyak tulisannya. baguus deh....