Kamis, 14 Februari 2008

Petualangan

PETUALANGAN

Ngurus minha di Baituzzakah II

Waktu terus merayap. Matahari tlah bergeser dari pusat langit. Namun walaupun demikian, panas tetap menyengat. Kami melangkah pulang dengan Metro Anfak. Berhenti di-Mubarak. bang Nurman tidak sama turun dengan kami. Beliau ada acara di-Mansurah. Kami turun lebih awal.

Kami terus jalan, Keramsis. naik qitar ke-Zagazig. Dan selesailah petualanganku ngurus Minha.

****

Pagi ini, udara cukup dingin. Malas sekali rasanya bangkit dari persembunyian. Selimut tebal, udara dingin, begitu menggoda untuk kembali melanjutkan pelayaran mengarungi samudra mimpi. Tapi, itu tak mungkin. Pagi ini jatahku piket rumah. Kasihan teman-teman lain, nanti nggak makan lagi, jikalau aku tidur. Dan, juga hari aku ada acara, ke Baituzzakah. Mencek ulang nama yang dulu ditakdim.

Huh, mau tak mau. Aku kemudian bangkit. Mencuci muka kembali. Aku ketiduran lagi ba'da shalat Shubuh. Aku melangkah kehamam.

" Wan, antum pergi bareng nggak " khanova menegurku. Kulihat dia sudah rapi. Sudah bersiap-siap.

" Antum duluan aja. Ana nanti aja. Mau masak dulu." Jawabku. Sambil terus masuk kedalam hamam.

Aku juga rada khawatir kalau nggak keluar di Baituzzakah, karena aku nakdim Cuma disana aja nggak ada ketempat lain. Dengar cerita senior-senior sih, "katanya kalau nakdim di Baitizzakah pasti keluar. Makannya aku hanya kesana saja, dengan alasan optimis diterima. Dan, juga aku nggak kepikiran, nakdim banyak-banyak. Tapi, nggak usah terlalu dipikirinlah, rizki itu ditangan Allah. Kalau emang rekinya disana, ya keluar. Tapi kalau nggak ya...? mungkin ditempat lain. Rezeki nggak kemana-mana.

Lebih kurang setengah delapan, aku berangkat berdua, bareng muhsin. Teman-teman lain sudah pada berangkat duluan. Hanya kami berdua yang tinggal lagi. Kami naik mobil biasa, putih merah. Ciri khas mobil Syarqiyah.

" masya Allah ramai sekali sin " aku heran sekali sambil geleng-geleng kepala.

" iya ramai sekali " muhsin tak kalah heran dariku.

" gila, bisa mati tuh orang, mobil sedang jalan rebutan juga naiknya " kulihat mesir bersaing, sal;ing mendahului memasuki mobil, berdesak-desakan. Laki-laki perempuan sama gesitnya. Aku nggak berani deh bersaing. Bisa tambah penyet badanku yang kwcil ini dijepit badan simesir yang gedek kayak badan gajah. Biarlah aku nunggu aja sampai pada sepi dulu. Tapi, yang kulihat bukannya tambah sepi justru tambah siang tambah ramai. Ah nggak mugnkin aku nunggu sepi, bisa telat aku. Mau nggak mau kupaksakan bersaing dengan si Mesir. Tapi aku tatap kalah gesit dari mereka, selalu aku tertinggal atau keduluan. Ah, aku sempat putus asa. Seamangatku untuk pergi kairo jadi mengendor.

" sabar ya wan, kita tunggu sebenter lagi " muhsin memberi semangat padaku. Muhsin juga kulihat gusar sepertiku. Meskipun demikian ia tetap tenang.

" wan coba lihat mobil hijau itu, kita tanya yuk siapa tahu dia ke ABUD " ajak muhsin padaku.

" ah, nggak mungkin sin, sepengetehuan ana mobil yang ke Kairo itu, nggak ada yang hijau " tolakku.

" kita coba aja dulu, kan nggak ada salahnya " muhsin meyakinku.

" iya deh, kita coba aja " jawabku tak bersemangat sambil mengikuti langkahnya menuju mobil hijau tersebut.

" abud," tanya muhsin pada pada bantng stir

" na'am, abud " jawab sopir tersebut. Muhsin memandangku sambil senyum. Aku jadi tersipu.

" abud wan " sorak muhsin padaku

" ayo, cepat naik " ajaknya bersemangat. Aku hanya mengangguk, mengiringi langkahnya menaiki mobil.

" wah, tempat duduk penuh semua, gimana dong wan " tanya muhsin padaku.

" iya nih " kuperhatikan sekelilingku, nggak ada yang kosong semuanya penuh. Apa aku harus berdiri sampai kairo, bisa mati berdiri aku. Tapi, mau gimana lagi, keadaan memaksa.

" tafadhdhal..." tiba-tiba kudengar suara simesir menyuruh kami duduk. Sayangnya, Cuma satu bangku.

" antum aja deh sin yang duduk "saranku pada muhsin yang berada dekat dengan si Mesir yang nyuruh duduk.

" nggak wan, antum aja yang duduk, ana diri aja " tolaknya, menarik tanganku yang tersembunti balik saku jaket hitam.

" antum lebih dekat. Dan, yang disuruh juga mungkin antum sin, bukan ana. Duduk aja, nanti diambil orang mesir lain lho " kataku pada muhsin, sambil melihat orang mesir lain yang berdiri dibelakangku

" oke deh " tanpa pikir panjang muhsin kemudian duduk.

" antum duduk aja senbelah ana, wan " tawar muhsin, sete;ah menghempaskan badannya keatas kursi.

" iya..." jawabku pendek

Alhamdulillah, akhirnya jadi juga berangkat. Hampir aja pupus semangatku, karena mobil tak kunjung tiba. Tapi emang takdir pergi, meski molor beberapa jam dari waktu yang direncanakan.

Lama berdiri, pegal sekali rasnya, kulihat semuanya pada enak tidur, bersandar pada kursi, aku doang yang berdiri, si mesir dibel;akangku sudah duduk. Huh, capek. Kududuk diatas pinggiran kursi sebelah muhsin. sakit juga sih bokong, lama-lama duduk. Tapi nggak apa deh bisa ngusir pegal barang sebentar.

Dengan badan yang pegal, akhirnya aku dan muhsin sampai juga di Muassasah, bagian kota Kairo. Perjalanan yang melelahkan. Baru kali aku ke Kairo berdiri. Berjalanpun kaku sekali rasanya, jarum-jarum kecil menusuk kakiku. Apabila kubawa berjalan, semakin kencang tusukannya.

" berhenti dulu sebenter sin, kaki ana kesemutan nih " pintaku pada muhsin sraya menahan denyutan kaki yang makin menjadi.

" antum nggak apa-apa wan " tanya muhsin

" nggak, nggak apa-apa, Cuma kesemutan aja dikit " jawabku singkat

" antum sih sin. Duduk nggak bagi-bagi " candaku pada muhsin

" aduh afwan, tadi ana ketiduran dan juga lipa kalau ada yang ketimpa musibah " dia balik mencandaiku

" Nanti deh lain kali, kalu antum berdiri ana duduk. Ana akan persilahkan antum duduk sambungnya mencandaiku

" ha... ha... " ketawa kami serentak

" yok lanjutakan perjalanan, nanti kita terlambat " ajakku pada muhsin. kami kembali melanjkutkan perjalanan. Menyebrangi jalanan yang cukup ramai oleh mobil-mobil.

" Antum tahu tempatnyakan wan " tanya muhsin padaku

" insyaAllah... " jawabku singkat

Kami turun kebawah mahaththah, menunggu metro, setelah beli tiket yan harganya Cuma satu pon. Bisa mondar-mandir seharian didalam tanah bersama metro anfak, asalkan jangan keluar dari dalam tanah, alias jangan keluar gerbang. Cuma beberap menit, metro datang.

" Gedubrak "

" Suara apa tuh." Aku sedikit kaget

" biasa, si Mesir rebutan masuk, cari tempat duduk " muhsin mengingatkanku.

" oo... " bibirku bulat panjang.

****

" dari mana " tanya ust hasan yang sedang berdiri didepan daun pintu.

" indonesia... " jawab kami hampir bersamaan

" Silahkan, sebulan lagi " busyet deh baru aja nyampai, belum juga disuruh duduk. Langsung disuruh pulang. Kejam sekali. Mana pegal kaki yang tadi belum hilang lagi.

" kami mau lihat nama kami pak, apa sudah keluar " tanyaku rada sewot pada ust hasan kepala baituzzakah.

" sebulan lagi " jawab singkat dengan sekenanya.

" boleh kami lihat kertas nama kami, pak " pinta muhsin

" untuk apa. Mau kamu bawa pulang, ambia saja " jawabnya dengan nada nggak bersahabat sedikitpun.

" nggak, pak. Cuma mau lihat aja " muhsin ikut sewot

" apa semua nama sudah keluar pak " aku kembali bertanya

" sebagian " katanya

" sekarang, cepat silahkan. Tadi indonesia, sekarang indonesia. Yang datang selalu indonesia. Padahal negar lain juga banyak. Tapi, nggak kayak gini " pak hasan memegeng bahuku dan mengipas-ngipas tangan kanannya, nyuruh pergi.

Huh, hari aku benar-benar apes, apes sekali. Inimah kata orang sudah jatuh ketibaan tangga lagi. Bagaimana tiadak sudah jauh-jauh dari Zagazig, berdiri lagi. Badan pegal-pegal. Pas nyampai ditujuan, langsung disuruh pulang. Bukannya siduruh duduk. Bagaimana nggak kesal sih. Coba deh kamu.

" eh sin, kita coba Khanova yo'. Gimana mereka, apa berhasil atau nggak " tawarku pada muhsin

" yah boleh " jawabnya singkat.

" gimana wan? " tanya muhsin padaku, ba'da nelpon.

" sama sin, juga disuruh pulang. Bahkan lebih lucu dan agak sadis dari kita "

" maksudnya ? " muhsin tampak penasaran.

" gini. Kan mereka masuk. Pertamanya sih ramah-ramah aja. Entah gimana ceritanya. Si khanova terus melobi. Salh ngomong atau gimana. Langsung aja reut pak hasan berubah " aku menjelaskan panjang lebar hal ihwal masalahnya.

" setelah itu dia disuruh berdiri. Khanova pikir ngapain, suruh berdiri segala. Setelah itu ' silahkan keluar sambung ust Hasan' terang aja mereka dia kaget. Tapi mau gimana lagi. Akhirnya mereka pilang dengan tangan kosong kayak kita. " terangku pada muhsin mengangkat kedua telapak tanganku.

" iya nih. Nggak rezekinya kali, ya wan." muhsin coba menerima segalanya.

" kok lain ustadz Hasan sekarang ya " muhsin membuka pembicaraan.

" kemaren ramah sekali " sambungnya.

" iya nggak tahu nih. Mugnkn aja dia lagi kesal. Kalau orang mesir, biasanyakan kalau lagi kesal atau marah, semua urusankan bisa jadi berabe" aku coba bijak, meskipun hatiku juga ikut ndongkol. Karena nggak terima digituin. Tapi mau gimana lagi. La wong yang butuh kita, yakan. Ah, udahlah mungkin nggak rezekinya kali.

" wan sekarang kita ke Majlis A'la yo' " muhsin memegang pundakku.

" apa, ke Majlis A'la " aku sedikit kaget.

" jalan lagi, yang benar aja sin " keningku sedikit berkerut. Bagaimana tiadak capek yang tadi belumlah hilang.

" malas ah, sin, capek " jawabku ketus

" sebentar aja, lihat natiajah ana, keluar apa nggak. Ayolah, temanin ana " muhsin terus membujukku. Memasang muka rayu. Aku juga nggak tega sih. Dia pergi sendirian.

" ya udah deh. Yok kita berangkat " ajakku padanya. Menarik canda tangannya.

****

" mana tempatnya sin. Kok dari tadi nggak ketemu-ketemu " gerutuku. Sudah berputar berkali-kali. Tapi, nggak ketemu juga. Bikin badanku tambah pegal. Dari bawah sampai atas.

" kayaknya itu deh. Yok kita coba masuk gang itu " menunjuk gang yang bagiku semuany asing. Maklum aku belum pernah kesini.

" wah salah. Kayak bukan ini wan. yok kita tanya bapak itu aja. " ajaknya kembali. Aku hanya mengkuti langkahnya. Nggak tahu deh kali masih salah apa betul.

" wan kesana. Jalan abdul Aziz "

" Benar nih sin nggak slah lagi "

" InsyaAllah. Kata bapak itu tadi kesana"

" o, ya udah. Yok " ajakku mulai bersemangat. Ternyata memang benar. Kami terus masuk kedalam. Kulihat pada sepi. Mungkin karena udah jam 14.00 kali, orang-orang udah pada pulang. Kami terus naik ketingkat tiga dan masuk kedalam ruangan yang aku juga tidak tahu. Disana kulihat ada satu orang yang lagi nunggu. Kami duduk dikursi disebelah orang tadi. Muhsin langsung menemui mama, yang ngurus masalah minhah.

Kecil sekali ruangannya. Dan kurang rapi.

" lagi ngurus apa stazd " aku menegur laki-laki yang ada disampingku.

" eh, iya nih. Lagi cek nama. Udah keluar apa belum. " jawabnya ramah

" kalau lagi ngurus apa " ia kembali bertanya padaku.

" ah, nggak. Ana Cuma nemenin temen yang juga pengen cek nama " sambil menghadapkan wajahku pada muhsin.

" Oo... " kepalanya naik turun.

****

" yok wan, pulang " muhsin menghampiriku

" gimana, udah keluar namanya? " tanyaku.

" belum. mungkin sebulan lagi " jawab muhsin. kami terus memacu langkah.

" o gitu. Terus sekarang kita mau kemana. Langsung pulang atau ada yang amu diurus lagi "

" kayak kita langsung pulang aja deh "

" ya udah, yo' " kugandeng tangan muhsin. kami berjalan meninggalkan Majlis A'la menuju mahaththah, yang kebetulan nggak terlalu jauh dari situ.

Benar-benar perjalanan yang melelahkan. Pegal-pegal bedan ternyata tak terobati. Semua gagal. Tapi, mungkin emang udah takdir kali ya. Namanya juga perjuangan. Kalah menang, gagal sukses, itu hal yang biasa. Berakhir sudah perjalananku siang hari ini, dengan hasil Nol beasa, alias nihil. Tapi, yang jelas kita sudah berjuang, sudah berusaha. Hasil mah, Allah yang nentuin.

Selesai deh, petualangan ngurus minha hari ini. Sampai jumpa lagi dipetualangan-petualangan berikutnya.

Zagazig, 5 september 2007

08.30 WZ

Udo Iwan

Tidak ada komentar: